Buku yang saya bahas ini merupakan cetakan ke lima dalam bahasa Indonesia dari judul
asli Zahir dalam bahasa Spanyol di tahun 2005. Buku ini bersama saya mengawali
tahun 2014. Novel setebal 436 ini sangat menarik karena mengandung kata-kata
yang filosofis dan diutarakan dalam genre percintaan, petualangan, dan sejarah.
Seorang
lelaki baru menyadari sebuah makna, setelah
pasangannya pergi meninggalkannya. Namun kenyataan sudah seperti benang
basah yang susah untuk ditegakkan.
“Zahir
merupakan tradisi Islam dan diperkirakan muncul pada sekitar abad 18. Zahir
dalam bahasa Arab, berarti terlihat, ada, tak mungkin diabaikan.” Jorge Luis
Borges,
Zahir:
seseorang atau sesuatu yang sama sekali kita mengadakan kontak dengannya atau
dengan itu dan lambat laun mengisi seluruh pikiran sampai kita tidak bisa memikirkan hal lain.
Keadaan yang bisa dianggap sebagai tingkat kesucian dan kegilaan. Faubong Saint-Peres Encyclopedia of
Fantastic (1953).
Ringkasan (Resume) Novel Terjemahan dalam Bahasa Indonesia: Zahir, karya fiksi dari Paulo Coelho
Kisah
fiksi yang disampaikan dalam bahasa indah diawali dengan kegelisahan lelaki
yang kehilangan istri. Esther wanita berusia 30 tahun, yang telah dinikahinya
selama sepuluh tahun dan kini mereka tengah berada pada masa kebosanan dalam
pernikahan. Sang istri adalah seorang wartawati perang yang berprestasi dengan
menerima dua hadiah jurnalis internasional. Informasi terakhir kali diketahui
dia bersama lelaki berwajah ras Mongolia yang bernama Mikhail.
Karena
sang suami malu mengatakan alibinya saat istrinya hilang, dia pun sempat
ditahan oleh pihak kepolisian. Sang suami tengah bersama wanita selingkuhannya
yang tidak lain adalah teman istrinya sendiri. Lelaki itu adalah mantan pegawai
surat kabar dan memberanikan diri menjadi seorang penulis dengan alasan ingin
mencari kebebasan. Tepat di hari Minggu yang cerah di dekat Arch de Triomphe,
kota Paris inspektur polisi pun akhirnya membebaskannya. Dia merasakan istrinya
berubah setelah bertemu Mikhail namun dia memaklumi kejenuhan istrinya sama
seperti dirinya.
Dari
sekian pernikahan sebelumnya hanya Esther-lah yang menjadi cinta sejatinya
walau diakuinya dia sering jatuh cinta pada wanita lain. Sang penulis merasa
berhutang budi pada Esther yang mendukungnya dalam karir menulisnya hingga
mengantarnya menjadi penulis ternama dengan royalti yang telah membawanya
menikmati hidup di beberapa negara. Dia menyadari kegagalan pernikahannya
bukanlah karena wanitanya namun karena kepahitan dalam dirinya sendiri. Esther
juga yang membuatnya menemukan jati dirinya. Sebagai wartawan perang sering
meninggalkannya ke daerah perang di Afrika dan Irak.
Beberapa
fakta sejarah diungkap: “Tentang siksaan
yang paling buruk dari semua siksaan umat manusia, salib. Cicero pernah
menyebut hukuman yang paling kejam yang membawa penderitaan luar biasa pada
orang yang disalib sebelum dia mati. Tapi sekarang orang membawa salib
terkalung di leher mereka, menggantungkan di kamar tidur, bahkan menjadi simbol
keagamaan bahkan lupa bahwa itu alat penyiksa.”
Para
rasul dan Yesus tidak pernah berpikir bahwa natalius invict solis, festival
Mithraic yang merayakan dewa kelahiran matahari yang jatuh pada tanggal 25
Desember, ditetapkan menjadi hari kelahirannya hingga kini. Seorang uskup, Santo Bonifasius memutuskan mengkristenkan upacara
pemujaan Dewa Odin ketika ia masih kecil. Sekali setahun, suku-suku di Jerman
menaruh hadiah di sekeliling pohon ek untuk dipertemukan oleh anak-anak dan
berharap bisa menyenangkan Dewa Odin
Penulis
mengenang masa sulit dan bahagia bersama istrinya dan sering disimpulkannya
bahwa Esther merupakan zahir hidupnya. Usaha pencarian pun dilakukan. Sangat di
luar dugaan, Mikhael yang pada awalnya dicurigai telah merebut hati istrinya
malah membantu memberitahu di mana Esther berada. Pria yang menjadi penerjemah
istrinya adalah pria Khazakstan yang prihatin dengan pemberitaan dan sang
penulis.
Berita
di koran telah banyak membuat spekulasi atas kehilangan wartawan itu, dari
perselingkuhan, penculikan, atau pun pembunuhan. Mikhail pun membawanya ke
padang rumput di Kazakhstan untuk menemui Esther namun pada kenyataan sangatlah
pahit bagi sang penulis ketika Esther memutuskan untuk tetap tinggal di negeri
berpenduduk 14 juta itu. Dia lebih memilih hidup sederhana di tengah padang
rumput dari pada harus kembali ke apartemen mewahnya di Paris. Pengakuannya
tengah mengandung mematahkan hati sang penulis dalam pencarian zahirnya selama
ini.
No comments:
Post a Comment